19 Apr 2013

Budaya Jawa itu bukan 'KLENIK' tapi 'FALSAFAH'

Nasi Tumpeng, ini bukan klenik, tapi falsafah, ingat itu.
       Pernahkah anda menanyakan, "kenapa tumpeng itu selalu betuknya kerucut? kenapa tidak balok?". Lalu kenapa tidak tanya, "mengapa harus ada sesaji kebun-kebun? bukannya itu syirik?". Ada lagi yang fatal, "kenapa pakai kemenyan? mau manggil setan?" 
       Tahukah anda filosofi dari tumpeng? Tumpeng itu kerucut, karena segala sesuatu yang ada di dunia ini selalu mengerucut. Mengerucut untuk satu titik, yang di atas segala, Allah azza wa jalla. Lalu hasil kebun yang dibuat sesaji? Itu sebenarnya bukan sesaji tetapi pengumpulan hasil bumi saja untuk disyukuri. 
       Misal biji-bijian dan umbi-umbian, ini dukumpulkan agar kita bisa berpikir "subhanallah, betapa banyak karunia Allah!" Yang tidak ditemukan jika hanya melihat panen sendiri. Biji-bijian, agar manusia mampu bersikap jujur seperti biji itu. Adakah biji jagung ditanam lalu tumbuh durian? atau nanam biji mangga yang tumbuh padi? Tidak bukan? Itulah prinsip kejujuran. Sementara untuk umbi, umbi adalah 'pala kependem' (baram yang dikubur). Ini mengingatkan kita, pasti suatu saat kita akan dikubur pula, tak tahu kapan, dimana dan dengan cara bagaimana? 
       Sementara kemenyan, tahukah anda? klenik kah itu? bukan, itu adalah wewangian, karena dahulu belum ada minyak wangi macam sekarang. Ingat bukan "Siapa yang dekat dengan penjual parfum akan ikut kena harumnya, jika dekat dengan pandai besi pasti terkena api".  
       Kebanyakan masih sedikit yang tahu tentang hal ini, yang tahupun masih sangat jarang yang menyampaikan. Semua yang ada dijawa itu selalu mengandung arti yang dalam. Jadi mari jaga tradisi dan ingatkan kepada mereka yang lupa, agar setiap budaya juga terhitung budaya. Salam dari Sang Penggembala, Tyas Haryadi, semoga bermanfaat.

0 komentar:

Post a Comment

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com