11 Dec 2012

Islamisasi, bukan Arabisasi

       ISLAM- adalah agama yang saya anut sejak lahir saudara, agama keturunan tepatnya, mirip seperti sebagian besar penduduk negeri ini (Indonesia). Nah, kali ini saya ingin mekritisi budaya Indonesia (milik uman muslim) yang makin luntur dan tergerus oleh budaya arab. Memakai kata-kata sedikit dalam bahasa sehari-hari, misal kata “akhi”, “ukhti”, “afwan”, “kaifahaluk” dan sekeparatnya (maaf terlalu ekspresif). Saya pernah berdebat, lebih layak disebut dengan mempertahankan sesuatu yang mengganjal dihati tentang Arabisasi ini. Saya memang tidak memiliki pendukung, tapi sekarang (baru saja) saya dapat dukungan dari ulama’ terkenal dan mantan presiden Republik Indonesia. 
        Yups, Gus Dur atau yang memiliki nama lengkap Abdurrahman Wahid Almarhum, beliau membedakan tentang mana islam, mana budaya arab. Bagaimana seharusnya kita menyerap islam, bukan menyerap budaya arabnya. Misal ada surban serta jubah, ini adalah budaya orang arab, walaupun Rosul juga menggunakannya, tetapi setiap daerah arab itu memiliki jenis surban dan jubah yang berbeda, seperti jenis batik dan warna batik yang berbeda di daerah Indonesia. Inilah kawan yang seharusnya kita buka lebar-lebar di mata kita, mana budaya mana agama. Karena pada intinya agama itu berbeda dengan budaya, memang mau seperti yang diterangin di Al-Quran tentang orang-orang yang sering mendapatkan peringatan tentang bagaimana cara membedakan agama serta budaya. 
        Tapi saya juga setuju dengan mereka, tentang beberapa budaya di Indonesia yang berbeda dengan ajaran islam. Misal memberikan sesaji kepada makhluk gaib atau arwah-arwah leluhur, ini juga salah telak. Karena tidak boleh menyembah kepada selain Allah, saya sering juga makan sesaji yang dipajang oleh “mbah” (eyang putri) saya ketika ada selamatan. Nah, kalau yang satu ini (selamatan) saya setuju jika niatnya benar, tetapi jika niatnya untuk pamer-pameran, apalagi harus main utang-utangan untuk maju! Ah, itu entar-entar dulu…. 
        Selamatan itu adalah zikir bersama, lalu sedekah keluarga atas nama orang yang meninggal. Itu tidak akan melanggar syariat, karena zikir akbar tentu boleh, dan ketika bersedekah siapa yang melarang? Selain masih ada efek samping lain, yaitu silaturohim dan mengajak untuk berbagi, serta media dakwah (karena biasanya ada beberapa menit untuk memberi siraman rohani). Bagaimana semua hal-hal yang disebut budaya yang tidak boleh secara syariat tentu ada pertimbangannya, serta dalam hakikat tetap memaknai islam itu sendiri. Itu mah kan anggapan manusia, lalu yg benar yang mana? Just Allah azza wa jalla, wallahu ‘alam bisshowaf. Salam dari Tyas Haryadi Sang Penggembala… ^_^

0 komentar:

Post a Comment

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com